Rabu, 19 Desember 2012

fakta 9


MENGAPA GIGI GERAHAM BUNGSU BUKANLAH BUKTI KEBENARAN EVOLUSI?


Salah satu tipuan penting dari teori evolusi adalah pernyataan yang berkaitan dengan organ vestigial (organ persisaan). Evolusionis menyatakan bahwa terdapat sejumlah organ dalam makhluk hidup yang kehilangan fungsinya seiring dengan waktu, dan kemudian lenyap. Dengan berpedoman pada hal ini, kaum evolusionis mencoba mengirimkan pesan, “Jika tubuh makhluk hidup adalah hasil penciptaan, maka seharusnya di dalamnya tidak terdapat organ yang tak berfungsi”.
Naskah terbitan kaum evolusionis di awal abad ke-20 menyatakan bahwa tubuh manusia memiliki sekitar seratus buah organ yang sudah tidak berguna lagi. Di antaranya adalah usus buntu, tulang ekor, amandel, kelenjar pineal, telinga bagian luar, kelenjar timus, dan geraham bungsu. Akan tetapi, ilmu kedokteran telah mencapai kemajuan pesat dalam beberapa dasawarsa setelah itu. Akibatnya, tampaklah bahwa gagasan organ vestigial hanyalah takhayul. Daftar panjang buatan kaum evolusionis pun berkurang secara tajam. Kelenjar timus ternyata adalah organ yang menghasilkan sel sistem kekebalan yang penting, dan kelenjar pineal berfungsi menghasilkan hormon-hormon penting. Terungkap pula bahwa tulang ekor berfungsi untuk menopang tulang-tulang sekitar pinggul, dan telinga bagian luar berfungsi penting dalam mengenali dari arah mana bebunyian berasal. Singkat kata, terungkap bahwa ketidaktahuan adalah satu-satunya pijakan yang menopang gagasan tentang “organ vestigial”.
Ilmu pengetahuan modern telah berulang kali menunjukkan bahwa konsep organ semacam itu adalah keliru. Namun, sebagian kaum evolusionis masih memanfaatkan pernyataan ini. Walaupun ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa hampir semua organ itu (yang tadinya disebut-sebut sebagai “vestigial”) ternyata memiliki fungsinya masing-masing, dugaan evolusi yang tidak berdasar masih menyelimuti satu atau dua organ.
Salah satu yang paling menonjol adalah geraham bungsu. Dalam naskah evolusionis masih tercantum anggapan bahwa gigi ini adalah bagian tubuh manusia yang telah kehilangan semua fungsinya. Sebagai buktinya, kaum evolusionis menyatakan bahwa gigi-gigi geraham bungsu ini memunculkan masalah pada sebagian besar orang, dan proses mengunyah tidak terganggu ketika gigi-gigi tersebut dicabut.
Banyak dokter gigi, karena terpengaruh pernyataan evolusionis bahwa gigi bungsu tidak berfungsi, telah berpandangan bahwa pencabutan gigi bungsu sesuatu yang biasa, dan mereka tidak melakukan usaha pemeliharaan yang sama padanya seperti pada gigi yang lain.53 Akan tetapi penelitian di tahun-tahun terakhir menunjukkan, gigi bungsu memiliki fungsi mengunyah, sama seperti gigi lain. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa anggapan “gigi bungsu mengganggu posisi gigi lain” adalah sama sekali tak beralasan.54 Sekarang ini kritik ilmiah, tentang bagaimana masalah gigi bungsu ini bisa diatasi bukan dengan cara pencabutan, semakin meningkat.55 Faktanya, kesepakatan ilmiah menyatakan bahwa gigi geraham bungsu berfungsi mengunyah, sama dengan gigi lain, dan tidak ada pembenaran ilmiah yang mendukung keyakinan bahwa gigi geraham bungsu tidak memiliki kegunaan.
Jadi, mengapa gigi geraham bungsu menimbulkan gangguan pada banyak orang? Berdasarkan penelitian para ahli di bidang ini, permasalahan gigi bungsu di masyarakat terjadi secara berbeda-beda, tergantung zaman. Kini diketahui bahwa gangguan gigi bungsu jarang terdapat di masyarakat pra-industri. Khususnya selama beberapa ratus tahun terakhir ini, manusia lebih menyukai makanan lunak daripada yang keras, sehingga pertumbuhan rahang manusia pun terganggu. Akhirnya diketahui, ternyata masalah gigi bungsu berasal dari gangguan pertumbuhan rahang akibat pola makan.
Diketahui pula, ternyata perilaku makan masyarakat juga berpengaruh buruk pada gigi lainnya. Sebagai contoh, meningkatnya konsumsi makanan dengan kadar gula dan asam yang tinggi telah meningkatkan kerusakan gigi. Tapi, fakta itu tidak menjadikan kita berpikir bahwa semua gigi kita mengalami “atrofi” (pengecilan atau penyusutan). Hal yang sama juga berlaku pada gigi geraham bungsu. Masalah pada gigi geraham bungsu berasal dari kebiasaan makan, bukan dari “atrofi” evolusioner apa pun.

13
BAGAIMANAKAH TEORI EVOLUSI DIRUNTUHKAN OLEH STRUKTUR YANG KOMPLEKS PADA MAKHLUK PALING PURBA?


Dalam catatan fosil, makhluk hidup membentuk untaian atau rantai. Bila kita perhatikan rantai ini dari makhluk paling purba sampai yang paling muda, tampaklah bahwa makhluk hidup muncul dalam bentuk mikroorganisme, hewan laut tak bertulang belakang (invertebrata), ikan, amfibi, reptil, unggas, dan mamalia. Pendukung teori evolusi membahas rantai ini dengan penuh praduga, sambil berupaya menyajikannya sebagai bukti teori evolusi. Mereka menyatakan bahwa makhluk hidup berkembang dari bentuk sederhana menuju bentuk yang lebih kompleks, dan selama proses ini berlangsung, beraneka ragam makhluk hidup pun tercipta. Misalnya, para evolusionis mengemukakan, fakta tidak ditemukannya fosil manusia pada pengkajian terhadap lapisan fosil berusia 300 juta tahun merupakan salah satu bukti kebenaran evolusi. Profesor Aykut Kence, seorang evolusionis Turki, berkata:
Anda ingin menggugurkan teori evolusi? Jika demikian, pergilah dan cari beberapa fosil manusia dari zaman Kambrium! Siapa pun yang berhasil menemukannya akan meruntuhkan teori evolusi, bahkan memenangkan hadiah Nobel atas penemuannya.56


Perkembangan makhluk hidup dari bentuk sederhana (primitif) ke bentuk rumit (kompleks) adalah pemikiran khayal

Mari kita bayangkan cara berpikir evolusionis yang terdapat dalam kata-kata Profesor Kence. Perkembangan makhluk hidup dari bentuk primitif ke bentuk kompleks adalah praduga evolusionis yang tak benar sedikit pun. Profesor biologi asal Amerika, Frank L. Marsh, yang mengkaji pernyataan kaum evolusionis, dalam bukunya Variation and Fixity in Nature menyatakan makhluk hidup tak dapat disusun dalam sebuah urutan yang senantiasa bersambung tanpa putus dari bentuk sederhana ke bentuk rumit.57
Dalam hal ini, pernyataan evolusionis sebenarnya dapat diruntuhkan oleh fakta kemunculan mendadak dari hampir seluruh filum hewan yang dikenal sekarang di Zaman Kambrium. Bahkan, semua hewan yang muncul secara tiba-tiba tersebut sudah memiliki struktur tubuh yang rumit, tidak sederhana – hal ini benar-benar berlawanan dengan asumsi evolusionis.
Trilobita yang termasuk filum Arthropoda, adalah makhluk sangat rumit dengan cangkang keras, memiliki tubuh yang bersendi, dan organ-organ kompleks.. Catatan fosil telah memungkinkan pengkajian yang sangat terperinci terhadap mata trilobita. Mata trilobita terdiri atas beratus-ratus faset kecil, yang masing-masing terdiri atas dua lapisan lensa. Struktur mata ini adalah keajaiban nyata perancangan. David Raup, profesor geologi di Universitas Harvard, Rochester, dan Chicago, berkata, “Trilobita yang hidup 450 juta tahun yang silam telah memiliki rancangan optimal yang di zaman kini memerlukan insinyur optik yang terlatih baik dan imajinatif untuk mengembangkannya.” 58
Sisi menarik lainnya di seputar bahasan ini adalah, lalat di zaman sekarang memiliki struktur mata yang serupa. Dengan kata lain, struktur demikian itu sudah ada selama 520 juta tahun terakhir ini.
Pemandangan luar biasa tentang Zaman Kambrium sangat sedikit diketahui di saat Darwin menulis The Origin of Species. Setelah masa Darwin, barulah orang tahu, bahwa menurut catatan fosil, makhluk hidup muncul dengan seketika di Zaman Kambrium, dan trilobita serta hewan invertebrata lain hadir di muka bumi secara bersamaan. Dalam bukunya, Darwin tak mampu membahas sepenuhnya mengenai hal ini. Namun, ia memang membahas sedikit tentang itu dalam bab berjudul “On the sudden appearance of groups of allied species in the lowest known fossiliferous strata“ (Timbulnya secara serentak kelompok-kelompok spesies yang saling terkait dalam lapisan fosil terendah yang diketahui), ia menulis di sini tentang Zaman Silur (di masa Darwin, zaman ini mencakup pula zaman yang kini kita sebut Kambrium):
Misalnya, saya tidak dapat meragukan bahwa semua trilobita zaman Silur merupakan keturunan yang berasal dari sejenis hewan krustasea (bangsa udang), yang tentunya telah hidup jauh sebelum Zaman Silur, dan mungkin jauh berbeda dari hewan mana pun yang telah dikenal … Karena itu, jika teori saya benar, tak pelak lagi bahwa jauh sebelum lapisan Silur paling bawah terbentuk, waktu yang amat panjang telah berlalu, mungkin sama atau jauh lebih panjang daripada selang waktu antara zaman Silur dengan masa kini; dan selama rentang masa yang sungguh panjang ini, namun belum banyak dikenal, dunia ini dipenuhi makhluk hidup. Saya tak mampu memberi jawaban yang memuaskan atas pertanyaan mengapa kita tidak menemukan bekas-bekas dari zaman purba yang sungguh panjang ini.59
Darwin berkata, “Jika teori saya benar, tak pelak lagi bahwa dunia ini dipenuhi makhluk hidup sebelum Zaman Silur.” Untuk menjawab pertanyaan, mengapa tidak terdapat fosil makhluk-makhluk itu, ia mencoba menjawab di sepanjang bukunya, dengan menggunakan alasan “catatan fosil yang sangat terbatas”. Tapi kini, catatan fosil sudah lengkap, dan menunjukkan bahwa makhluk Zaman Kambrium tak memiliki nenek moyang. Artinya, kita harus menolak kalimat Darwin yang diawali dengan “… jika teori saya benar”. Hipotesa Darwin tidak absah; karena itu, teorinya salah.
Makhluk hidup tidak berkembang dari bentuk sederhana ke bentuk yang kompleks. Pada saat pertama kali muncul, makhluk hidup sudah teramat kompleks. Contoh lain dari hal ini adalah ikan hiu, yang menurut catatan fosil sudah ada sejak sekitar 4000 juta tahun yang lalu. Hewan ini memiliki berbagai ciri istimewa yang tidak dimiliki hewan lain yang tercipta jutaan tahun setelahnya, misalnya pertumbuhan gigi (regenerasi) setelah gigi yang lama tanggal. Contoh lainnya adalah kemiripan yang mengejutkan antara mata mamalia dan gurita yang telah hidup di Bumi berjuta-juta tahun sebelum mamalia.
Contoh-contoh tersebut memperjelas bahwa spesies makhluk hidup tidak dapat disusun berurutan secara baik dari bentuk primitif ke bentuk kompleks.
Fakta itu juga ditampilkan oleh hasil penelitian terhadap segi bentuk, fungsi, dan genetika makhluk hidup. Misalnya, bila kita cermati catatan fosil pada tingkat terendah, dilihat dari segi bentuk dan ukuran, tampak bahwa banyak makhluk (misalnya dinosaurus) yang berukuran jauh lebih besar daripada yang muncul kemudian.
Demikian juga bila kita cermati dari segi fungsional makhluk hidup. Pada perkembangan struktur, telinga adalah contoh yang meruntuhkan pendapat “makhluk hidup berkembang dari bentuk primitif menuju kompleks”. Hewan amfibi memiliki rongga telinga-tengah. Akan tetapi reptil, yang muncul sesudah amfibi, mempunyai sistem yang jauh lebih sederhana. Pada reptil, sistem ini berdasarkan satu tulang kecil saja, tanpa ruang telinga-tengah.
Kajian genetika menunjukkan hasil serupa. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa jumlah kromosom tak ada kaitannya dengan kompleksitas tubuh hewan. Misalnya, manusia memiliki 46 buah kromosom, kopepoda memiliki 6 buah, dan radiolaria (hewan yang berukuran mikroskopis) memiliki tepat 800 buah.

 

 

Makhluk hidup diciptakan pada saat yang

paling “sesuai” baginya


Penelitian catatan fosil sesungguhnya menunjukkan, makhluk hidup muncul di masa yang paling cocok baginya. Tuhan telah menciptakan makhluk hidup secara luar biasa. Makhluk hidup diciptakan tepat sesuai dengan keadaan yang akan dihadapinya saat muncul di Bumi.
Mari kita lihat contoh berikut ini: Bumi di kala fosil bakteri tertua muncul, yakni sekitar 3,5 miliar tahun yang silam. Kondisi suhu dan atmosfer waktu itu sama sekali tidak cocok untuk mendukung kehidupan makhluk berstruktur kompleks ataupun manusia. Demikian juga zaman Kambrium, yang menurut Kence, apabila ditemukan fosil manusia pada masa itu, teori evolusi akan runtuh. Periode ini, sekitar 530 juta tahun silam, benar-benar tak cocok bagi manusia. (Saat itu tak ada hewan di darat).
Keadaan serupa juga tampak pada hampir seluruh zaman sesudahnya. Penelitian catatan fosil menunjukkan bahwa kondisi yang dapat mendukung kehidupan manusia baru tercapai beberapa juta tahun yang silam. Hal yang sama ini berlaku pula pada seluruh makhluk hidup lainnya. Setiap kelompok makhluk hidup muncul apabila kondisi yang mendukung bagi kehidupannya telah tercapai, dengan kata lain, “bila waktunya sudah tepat”.
Kaum evolusionis menentang fakta ini sekuat tenaga. Mereka mengatakan bahwa kondisi pendukung itu sendirilah yang telah memunculkan makhluk hidup. Padahal, terciptanya “kondisi pendukung” hanyalah tanda bahwa “saat yang tepat telah tiba”. Makhluk hidup hanya dapat muncul melalui sebuah campur tangan yang memiliki kesadaran – dengan kata lain, melalui penciptaan oleh kekuatan hebat di luar alam.
Karena itu, munculnya makhluk hidup secara bertahap bukanlah bukti evolusi, melainkan bukti kebijaksanaan dan pengetahuan Tuhan yang tak terhingga, Yang menciptakan makhluk hidup. Setiap kelompok makhluk hidup diciptakan untuk menyiapkan kondisi yang sesuai bagi kemunculan kelompok makhluk hidup berikutnya. Dan bagi kita, keseimbangan ekologis dengan seluruh makhluk hidup disiapkan terlebih dahulu dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Di lain pihak, kita harus ingat bahwa periode panjang itu hanya dirasakan “panjang” oleh kita. Bagi Tuhan, itu hanyalah “sesaat” saja. Konsep waktu hanya berlaku bagi makhluk, bukan Pencipta. Tuhan, Pencipta waktu itu sendiri, tidaklah terikat oleh waktu. (Lihat lebih jauh dalam buku Harun Yahya: Timelessness and the Reality of Fate)
Jika kaum evolusionis hendak menunjukkan bahwa satu spesies berubah menjadi spesies lain, tak ada gunanya berkata bahwa makhluk hidup muncul di Bumi selangkah demi selangkah. Bukti yang harus mereka kemukakan adalah fosil makhluk peralihan yang menghubungkan antarspesies makhluk hidup yang berbeda ini. Teori yang menyatakan bahwa invertebrata berubah menjadi ikan, ikan menjadi reptil, reptil menjadi burung dan mamalia, harus didukung fosil sebagai buktinya. Darwin sadar akan hal itu dan menuliskan bahwa fosil semacam ini harus ditemukan dalam jumlah tak terhitung banyaknya, walaupun sejauh ini tidak pernah ditemukan satu pun. Selama 150 tahun setelah teori Darwin diajukan, fosil makhluk peralihan belum pernah ditemukan. Seperti yang diakui oleh Derek W. Ager, seorang evolusionis ahli paleontologi, catatan fosil menunjukkan “bukan evolusi bertahap, melainkan sebuah ledakan tiba-tiba sekelompok makhluk hidup di atas kepunahan kelompok yang lain.60
Sebagai kesimpulan, sejarah kehidupan menunjukkan bahwa makhluk hidup muncul bukan sebagai hasil peristiwa kebetulan, melainkan diciptakan tahap demi tahap, dalam periode yang amat panjang. Ini amat sesuai dengan keterangan tentang penciptaan dalam Al Qur’an, yang di dalamnya Tuhan berfirman bahwa Dia menciptakan alam semesta dan semua makhluk hidup dalam “enam hari”:

Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripada-Nya seorang penolong pun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (QS. As Sajdah, 32:4)

Kata “hari” dalam ayat itu, atau yawm dalam bahasa Arab, juga berarti selang waktu yang panjang. Dengan kata lain, Al Qur’an menyebutkan bahwa kehidupan diciptakan dalam beberapa masa yang berbeda, tidak sekaligus. Penemuan di bidang geologi di zaman modern memberikan gambaran yang menegaskan hal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar