Rabu, 05 Desember 2012

ma'rifatul insan 2

MA’RIFATUL INSAN

Hakikat Manusia
Tujuan materi
Peserta mampu :
  1. Memahami kondisi manusia sebagai makhluk yang lemah dan bagaimana kelemahan itu dapat menjadi kemuliaannya.
  2. Memahami tugas yang dibebankan kepada manusia, pilihan yang benar dalam tugas tersebut dan tanggung jawab bagi pelaksanaan maupun pengingkarannya.
Keterangan
Manusia harus memahami hakikat diri dan kehidupannya (haqiqatul insan) agar ia dapat bersikap dan berlaku adil terhadap dirinya, terhadap Penciptanya, terhadap sesama manusia, dan terhadap makhluk-makhluk lain. Hakikat yang harus dipahami yaitu manusia adalah :
  1. Makhluk (makhluqun). Sebagai makhluk ia diciptakan di atas fitrah Islam (‘alal fithrah) (QS 30:30). Meskipun dikenal sebagai makhluk termulia dan istimewa, tapi manusia adalah makhluk yang lemah (dha’ifun) secara fisik dan meiliki banyak sekali keterbatasan dan kekurangan (QS 4:28). Dalam hal ilmu, ia pun bodoh (jahilun) (QS 33:72). Dalam kelangsungan hidupnya manusia sangat bergantung kepada pihak lain (faqirun) (QS 35:15).
  2. Dimuliakan (mukarramun). Allah menghendaki manusia menjadi makhluk yang mulia, meski asalnya dari sesuatu yang hina : tanah. Dengan kekuasaan-Nya, makhluk yang tercipta dari tanah itu mendapat tiupan ruh dari Allah Swt (nafkhur-ruh) (QS 32:9). Allah juga memberinya keistimewaan dengan banyak kelebihan (imtiyazat) (QS 17:70) sempurna, di antaranya adalah akal. Alam semesta yang luas dan penuh karunia Allah ini pun ditundukkan Allah untuk manusia (yusakhara lahul kauni) (QS 45:12, QS 2:29, QS 67:15)
  3. Mengemban tugas (mukallafun). Mukallaf artinya yang dibebani tugas. Konsekuensi sebagai makhluk yang telah diistemewakan dengan segala kelebihan, manusia tidak dibiarkan tanpa tugas dan tanggung jawab yakni ibadah (QS 51:56) dan khilafah (QS 2:30). Potensi besar yang diberikan padanya dimaksudkan agar ia mampu mengelola bumi ini sesuai kehendak-Nya.
  4. Berhak memilih (mukhayyarun) (QS 90:10, QS 76:3, QS 64:2, QS 18:29). Keistimewaan manusia diberi akal dan hati, menjadikannya makhluk yang berhak memilih dan menentukan nasibnya sendiri. Dengan akal dan kebebasannya, ia beriman kepada Allah atau justru kafir kepada-Nya.
  5. Mendapat imbalan (majziyun). Kebebasan tersebut tentu bukan tanpa konsekuensi. Allah akan memberikan balasan secara adil dan proporsional atas pilihannya di dunia itu.  Balasan ini akan diterima di akhirat dan berlaku kepada seluruh manusia tanpa kecuali. Balasan itu berupa kenikmatan surga untuk yang beriman (QS 102:8, QS 32:19, QS 2:25, QS 22:14) atau siksa neraka bagi yang kafir (QS 17:36, QS 53:38-41, QS 32:20, QS 2:24)

Potensi Manusia
Tujuan materi
Peserta mampu :
  1. Memahami bahwa potensi pendengaran, penglihatan dan hati (akal) akan dimintai pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas ibadahnya.
  2. Memahami bahwa menunaikan tugas akan mempertahankan posisi kekhalifahannya.
  3. Menyadari akibat khianat terhadap tugas ibadah akan kembali pada dirinya sendiri.
Keterangan
Manusia memiliki potensi diri (thaqatul insan) yang sangat besar (QS 67:23, QS 32:9, QS 16:78, QS 7:179, QS 22:46). Potensi itu terletak pada pendengaran (as-sam’u), penglihatan (al-basharu) dan hatinya (al- fuadu). Dengan ketiga potensi itu, ia dapat melakukan hal-hal besar yang tidak dapat dilakukan oleh makhluk lain yang tampak maupun tidak (ghaib). Potensi-potensi besar itu adalah amanah yang harus ia jaga dengan penuh tanggung jawab (al-masuliyah) (QS 2:21, QS 51:56). Jika manusia bertanggung jawab penuh terhadap potensinya, berarti ia amanah (al-amanah) (QS 33:72, QS 24:55, QS 48:29). Dengan amanah itulah ia mampu memerankan tugas khilafah di bumi. Sebagai khalifah ia harus memperhatikan prinsip :
  1. Tidak memiliki kekuasaan hakiki (‘adamu haqiqatul mulkiyah). Karena pemilik dan penguasa yang hakiki adalah Allah, Sang Pencipta alam semesta. Manusia hanya mendapat amanah mengelolanya (QS 35:13, QS 40:53).
  2. Bertindak sesuai kehendak yang mewakilkan (at-tasharrufu hasba iradatil mustakhlif). Sebagai khalifah (wakil) Allah di bumi, maka ia harus bertindak sesuai kehendak pihak yang mewakilkan kepadanya yaitu Allah (QS 76:30, QS 28:68).
  3. Tidak melampaui batas (‘adamul ta’addil hudud). Dalam menjalankan tugasnya, manusia tidak boleh melanggar batas-batas yang telah ditetapkan Allah dalam syariat-Nya (QS 100:6-11)
Jika manusia tidak bertanggung jawab terhadap potensi pada dirinya, berarti ia telah berkhianat (al-khiyanah), berkhianat kepada Sang Pemberi potensi.
Misi Manusia
Tujuan materi
Peserta mampu:
  1. Memahami bahwa tugas khalifah adalah al-imarah, ar-ri’ayah, dan al-hifzh, yaitu dengan amar ma’ruf nahi munkar dan mampu menyebutkan pola penumbuhannya.
  2. Memahami unsur yang dipelihara dalam tugas khalifah dan mampu menyebutkan contoh-contohnya serta perbandingannya dengan konsepsi jahiliyah.
  3. Menyebutkan syarat umum untuk mencapai fungsi khalifah tersebut.
Keterangan
Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah (QS 51:56, QS 2:21, QS 2:183, QS 63:8). Jika ia menunaikan tujuan penciptaannya maka ia akan menjadi insan yang bertakwa dan memperoleh kemuliaan sejati (al-‘izzah). Dengan kekhalifahan yang berwibawalah ia dapat menunaikan fungsinya dengan baik yaitu:
  1. Pemakmuran bumi (al-‘imarah) (QS 3:104, 110). Pemakmuran itu berupa pembangunan segala bidang baik materil (al-madiyah) maupun spiritual (ar-ruhaniyah) secara proporsional. Islam memberikan arahan (taujihat) dan hokum (tasyri’) yang sinergis, sehingga pembangunan itu mencapai peradaban (al-hadharah) yang bermoral dan moralitas (al-akhlaq) yang berperadaban.
  2. Pemeliharaan (ar-ri’ayah) (QS 2:218, QS 18:110, QS 76:7). Menjaga dan memelihara ekosistem alam semesta dilakukan secara materiil maupun spirituil, melalui pendekatan targhib (harapan imbalan) berupa pahala (al-jaza’) bagi yang konsisten, dan tarhib (ancaman) berupa hukuman (al-‘uqubah) bagi yang melanggar.
  3. Perlindungan (al-hifzh). Khilafah berfungsi melindungi lima hak asasi manusia yaitu : agama/aqidah (ad-dien), jiwa (an-nafs), akal (al-aql), harta (al-mal), dan keturunan/kehormatan (an-nasab). Tugas ini sangat berat dan hanya dapat dilaksanakan apabila khilafah memiliki kewibawaan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (QS 3:104, 110). Amar ma’ruf nahi munkar adalah upaya untuk menunjukkan bahwa kebenaran itu benar dan menegakkannya di tengah kehidupan, menunjukkan bahwa kebatilan itu batil dan menumbangkannya bersama-sama (QS 8:8). Khilafah dapat menunaikan tugas itu jika ia memiliki kekuatan. Karena itu menyiapkan kekuatan pada diri umat Islam adalah wajib hukumnya (anasirul quwwatil islamiyah) (QS 8:60, QS 3:103, QS 2:256, QS 5:54-56, QS 17:36, QS 61:4, QS 49:15, QS 9:111). Adapun anasir kekuatan Islam itu adalah :
  • Kekuatan aqidah (quwwatul ‘aqidah)
  • Kekuatan akhlak (quwwatul akhlaq)
  • Kekuatan jamaah (quwwatul jama’ah)
  • Kekuatan ilmu (quwwatul ‘ilm)
  • Kekuatan harta (quwwatul mal)
  • Kekuatan jihad (quwwatul jihad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar