MA’RIFATUL INSAN
Hakikat Manusia
Tujuan materi
Peserta mampu :
- Memahami kondisi manusia sebagai makhluk yang lemah dan
bagaimana kelemahan itu dapat menjadi kemuliaannya.
- Memahami tugas yang dibebankan kepada manusia, pilihan
yang benar dalam tugas tersebut dan tanggung jawab bagi pelaksanaan maupun
pengingkarannya.
Keterangan
Manusia harus memahami hakikat diri
dan kehidupannya (haqiqatul insan) agar ia dapat bersikap dan berlaku adil
terhadap dirinya, terhadap Penciptanya, terhadap sesama manusia, dan terhadap
makhluk-makhluk lain. Hakikat yang harus dipahami yaitu manusia adalah :
- Makhluk (makhluqun). Sebagai makhluk ia diciptakan di
atas fitrah Islam (‘alal fithrah) (QS 30:30). Meskipun dikenal sebagai
makhluk termulia dan istimewa, tapi manusia adalah makhluk yang lemah
(dha’ifun) secara fisik dan meiliki banyak sekali keterbatasan dan
kekurangan (QS 4:28). Dalam hal ilmu, ia pun bodoh (jahilun) (QS 33:72).
Dalam kelangsungan hidupnya manusia sangat bergantung kepada pihak lain
(faqirun) (QS 35:15).
- Dimuliakan (mukarramun). Allah menghendaki manusia
menjadi makhluk yang mulia, meski asalnya dari sesuatu yang hina : tanah.
Dengan kekuasaan-Nya, makhluk yang tercipta dari tanah itu mendapat tiupan
ruh dari Allah Swt (nafkhur-ruh) (QS 32:9). Allah juga memberinya
keistimewaan dengan banyak kelebihan (imtiyazat) (QS 17:70) sempurna, di
antaranya adalah akal. Alam semesta yang luas dan penuh karunia Allah ini
pun ditundukkan Allah untuk manusia (yusakhara lahul kauni) (QS 45:12, QS
2:29, QS 67:15)
- Mengemban tugas (mukallafun). Mukallaf artinya yang
dibebani tugas. Konsekuensi sebagai makhluk yang telah diistemewakan
dengan segala kelebihan, manusia tidak dibiarkan tanpa tugas dan tanggung
jawab yakni ibadah (QS 51:56) dan khilafah (QS 2:30). Potensi besar yang
diberikan padanya dimaksudkan agar ia mampu mengelola bumi ini sesuai
kehendak-Nya.
- Berhak memilih (mukhayyarun) (QS 90:10, QS 76:3, QS
64:2, QS 18:29). Keistimewaan manusia diberi akal dan hati, menjadikannya
makhluk yang berhak memilih dan menentukan nasibnya sendiri. Dengan akal
dan kebebasannya, ia beriman kepada Allah atau justru kafir kepada-Nya.
- Mendapat imbalan (majziyun). Kebebasan tersebut tentu
bukan tanpa konsekuensi. Allah akan memberikan balasan secara adil dan
proporsional atas pilihannya di dunia itu. Balasan ini akan diterima
di akhirat dan berlaku kepada seluruh manusia tanpa kecuali. Balasan itu
berupa kenikmatan surga untuk yang beriman (QS 102:8, QS 32:19, QS 2:25,
QS 22:14) atau siksa neraka bagi yang kafir (QS 17:36, QS 53:38-41, QS
32:20, QS 2:24)
Potensi Manusia
Tujuan materi
Peserta mampu :
- Memahami bahwa potensi pendengaran, penglihatan dan
hati (akal) akan dimintai pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas
ibadahnya.
- Memahami bahwa menunaikan tugas akan mempertahankan posisi
kekhalifahannya.
- Menyadari akibat khianat terhadap tugas ibadah akan
kembali pada dirinya sendiri.
Keterangan
Manusia memiliki potensi diri
(thaqatul insan) yang sangat besar (QS 67:23, QS 32:9, QS 16:78, QS 7:179, QS
22:46). Potensi itu terletak pada pendengaran (as-sam’u), penglihatan
(al-basharu) dan hatinya (al- fuadu). Dengan ketiga potensi itu, ia dapat
melakukan hal-hal besar yang tidak dapat dilakukan oleh makhluk lain yang
tampak maupun tidak (ghaib). Potensi-potensi besar itu adalah amanah yang harus
ia jaga dengan penuh tanggung jawab (al-masuliyah) (QS 2:21, QS 51:56). Jika
manusia bertanggung jawab penuh terhadap potensinya, berarti ia amanah
(al-amanah) (QS 33:72, QS 24:55, QS 48:29). Dengan amanah itulah ia mampu
memerankan tugas khilafah di bumi. Sebagai khalifah ia harus memperhatikan
prinsip :
- Tidak memiliki kekuasaan hakiki (‘adamu haqiqatul
mulkiyah). Karena pemilik dan penguasa yang hakiki adalah Allah, Sang
Pencipta alam semesta. Manusia hanya mendapat amanah mengelolanya (QS 35:13,
QS 40:53).
- Bertindak sesuai kehendak yang mewakilkan
(at-tasharrufu hasba iradatil mustakhlif). Sebagai khalifah (wakil) Allah
di bumi, maka ia harus bertindak sesuai kehendak pihak yang mewakilkan
kepadanya yaitu Allah (QS 76:30, QS 28:68).
- Tidak melampaui batas (‘adamul ta’addil hudud). Dalam
menjalankan tugasnya, manusia tidak boleh melanggar batas-batas yang telah
ditetapkan Allah dalam syariat-Nya (QS 100:6-11)
Jika manusia tidak bertanggung jawab
terhadap potensi pada dirinya, berarti ia telah berkhianat (al-khiyanah),
berkhianat kepada Sang Pemberi potensi.
Misi Manusia
Tujuan materi
Peserta mampu:
- Memahami bahwa tugas khalifah adalah al-imarah,
ar-ri’ayah, dan al-hifzh, yaitu dengan amar ma’ruf nahi munkar dan mampu
menyebutkan pola penumbuhannya.
- Memahami unsur yang dipelihara dalam tugas khalifah dan
mampu menyebutkan contoh-contohnya serta perbandingannya dengan konsepsi
jahiliyah.
- Menyebutkan syarat umum untuk mencapai fungsi khalifah
tersebut.
Keterangan
Manusia diciptakan untuk beribadah
kepada Allah (QS 51:56, QS 2:21, QS 2:183, QS 63:8). Jika ia menunaikan tujuan
penciptaannya maka ia akan menjadi insan yang bertakwa dan memperoleh kemuliaan
sejati (al-‘izzah). Dengan kekhalifahan yang berwibawalah ia dapat menunaikan
fungsinya dengan baik yaitu:
- Pemakmuran bumi (al-‘imarah) (QS 3:104, 110).
Pemakmuran itu berupa pembangunan segala bidang baik materil (al-madiyah)
maupun spiritual (ar-ruhaniyah) secara proporsional. Islam memberikan
arahan (taujihat) dan hokum (tasyri’) yang sinergis, sehingga pembangunan
itu mencapai peradaban (al-hadharah) yang bermoral dan moralitas
(al-akhlaq) yang berperadaban.
- Pemeliharaan (ar-ri’ayah) (QS 2:218, QS 18:110, QS
76:7). Menjaga dan memelihara ekosistem alam semesta dilakukan secara
materiil maupun spirituil, melalui pendekatan targhib (harapan imbalan)
berupa pahala (al-jaza’) bagi yang konsisten, dan tarhib (ancaman) berupa
hukuman (al-‘uqubah) bagi yang melanggar.
- Perlindungan (al-hifzh). Khilafah berfungsi melindungi
lima hak asasi manusia yaitu : agama/aqidah (ad-dien), jiwa (an-nafs),
akal (al-aql), harta (al-mal), dan keturunan/kehormatan (an-nasab). Tugas
ini sangat berat dan hanya dapat dilaksanakan apabila khilafah memiliki
kewibawaan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar (QS 3:104, 110). Amar ma’ruf
nahi munkar adalah upaya untuk menunjukkan bahwa kebenaran itu benar dan
menegakkannya di tengah kehidupan, menunjukkan bahwa kebatilan itu batil
dan menumbangkannya bersama-sama (QS 8:8). Khilafah dapat menunaikan tugas
itu jika ia memiliki kekuatan. Karena itu menyiapkan kekuatan pada diri
umat Islam adalah wajib hukumnya (anasirul quwwatil islamiyah) (QS 8:60,
QS 3:103, QS 2:256, QS 5:54-56, QS 17:36, QS 61:4, QS 49:15, QS 9:111).
Adapun anasir kekuatan Islam itu adalah :
- Kekuatan aqidah (quwwatul ‘aqidah)
- Kekuatan akhlak (quwwatul akhlaq)
- Kekuatan jamaah (quwwatul jama’ah)
- Kekuatan ilmu (quwwatul ‘ilm)
- Kekuatan harta (quwwatul mal)
- Kekuatan jihad (quwwatul jihad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar