MA’RIFATUL
INSAN
MENGENAL DIRI
A. PRINSIP PENCIPTAAN
MANUSIA
Allah
SWT berfirman :
Al-Insaan:001
Bukankah
telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum
merupakan sesuatu yang dapat disebut?
Maryam:067
Dan
tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya
dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?
Kedua
ayat di atas dimulai dengan kalimat istifham yang menuntut perhatian supaya
manusia memikirkan diri dan proses kejadiannya, sehingga dengan itu, ia akan
berlaku dengan benar dalam kehidupan di dunia ini sesuai dengan fungsi dan
tujuan penciptaannya.
Manusia
adalah makhluk ciptaan Allah. Pada mulanya ia bukanlah apa-apa, tidak ada,
tidak berwujud dan tidak berbentuk. Kemudian atas kehendak-Nya, ia diciptakan.
Ihwal
penciptaan manusia ini, menunjukkan ke Maha Kuasaan Allah. Hal ini harusnya
menjadi renungan manusia, betapa tanpa kekuasaan_nya, dirinya bukanlah apa-apa.
B. PROSES PENCIPTAAN MANUSIA
Dalam
penciptaan manusia, terdapat dua proses, yaitu Proses Azali dan Proses Alami.
1. Proses
Azali
Adalah
proses dimana peran ke Maha Kun Fayakunan Allah terjadi, tidak ada sedikitpun
campur tangan manusia. Seperti dalam penciptaan Adam yang diciptakan dari tanah
liat yang dibentuk. Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Dan Isa Al
Masih yang diciptakan tanpa seorang ayah. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam
ayat berikut :
Al-Hijr:026
Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
An-Nisaa`:001
Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Ali-`Imraan:059
Sesungguhnya
misal (penciptaan) `Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah”
(seorang manusia), maka jadilah dia.
2. Proses
Alami
Adalah
proses kejadian manusia setelah Adam dan Hawa terkecuali Isa as. yaitu harus
adanya percampuran antara laki-laki dan perempuan, bertemunya sel sperma dan
indung telur di dalam rahim perempuan. Dalam rahim seorang ibu ia dibentuk
dengan melalui beberapa tahapan dan dalam waktu yang telah ditetapkan. Kemudian
setelah sempurnya kejadiannya, ia dilahirkan ke atas dunia sebagai seorang
bayi, lalu Allah tumbuhkan ia menjadi dewasa dan menjadi tua, kemudian Allah
wafatkan. Sebagaimana firman Allah :
Al-Mu`minuun:012
Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah.
Al-Mu`minuun:013
Kemudian
Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim).
Al-Mu`minuun:014
Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik.
Al-Mu`minuun:015
Kemudian,
sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.
Al-Mu`minuun:016
Kemudian,
sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.
C.
BAHAN DASAR (BENTUK DAN ISI) PENCIPTAAN MANUSIA
1. Bentuk
Dasar
Bahan
dasar manusia adalah tanah yang tidak berharga, sebagaimana diterangkan dalam
ayat dibawah ini :
As-Sajdah:007
Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai
penciptaan manusia dari tanah.
As-Sajdah:008
Kemudian
Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
Seorang
manusia yang gagah perkasa, tampan dan cantik rupawan hanyalah berbahan dasar
tanah liat/tanah tembikar yang merupakan bahan terendah yang kurang berharga.
Bila manusia suka memperhatikan asal kejadiannya ini, maka ia tidak akan suka
menyombongkan diri menentang dan mendurhakai Allah penciptanya. Akan tetapi ia
akan tunduk merendahkan dirinya kepada Allah, karena hanya atas karunia-Nyalah
ia menjadi ada.
2. Isi
Dasar
Dari
bahan dasar yang sangat rendah tersebut di atas, kemudian Allah mengisinya
dengan sesuatu yang sangat tinggi nilainya yaitu ruh-Nya. Sebagaimana
firman-Nya :
As-Sajdah:009
Kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit
sekali bersyukur.
Dengan
demikian manusia memiliki hubungan yang sangat dekat sekali dengan Allah karena
manusia diberi ruh-Nya.
Dari
dua asal yang sangat berbeda ini menunjukkan adanya dua hal yang berbeda. Jasad
manusia yang diciptakan dari bahan dasar tanah maka ia memiliki kecenderungan
yang sangat kuat kepada tanah, yaitu :
Ali-`Imraan:014
Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Sedangkan
ruh (jiwa) yang berasal dari Allah, maka ia juga memiliki kecenderungan dan
kebutuhan kepada petunjuk Allah yaitu Ad-Diin, jalan menuju Taqwa :
Ali-`Imraan:015
Katakanlah:
“Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”.
Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada
surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan
(mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan
Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
D.
POTENSI DASAR MANUSIA
Allah
menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak
diberikan kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi
dasar yang disertakan Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam
dirinya) dan potensi eksternal (yaitu potensi disertakan Allah untuk membimbingnya).
Potensi ini adalah modal utama bagi manusia untuk melaksanakan tugas dan
memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia harus diolah dan didayagunakan
dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat menunaikan tugas dan tanggung jawab
dengan sempurna.
1. Potensi
Internal
Ialah
potensi yang menyatu dalam diri manusia itu sendiri, terdiri dari:
a. Potensi
Fitriyah.
Manusia
diberikan oleh Allah potensi fitriyah. Makna fitrah ialah al-Islam. Sebagaimana
yang kita pahami dalam ayat dan hadits di bawah ini :
Ar-Ruum:030
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui,
Berkenaan
ayat ini Rasulullah SAW bersabda :
Dengan
demikian, pada diri manusia sudah melekat (menyatu) satu potensi kebenaran
(dinnullah). Kalau ia gunakan potensinya ini, ia akan senantiasa berjalan di
atas jalan yang lurus. Karena Allah telah membimbingnya semenjak dalam alam ruh
(dalam kandungan).
Al-A`raaf:172
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami
menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengata-kan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
b. Potensi
Ruhiyah
Ialah
potensi yang dilekatkan pada hati nurani untuk membedakan dan memilih jalan
yang hak dan yang batil, jalan menuju ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan.
Allah berfirman :
Asy-Syams:007
dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
Asy-Syams:008
maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Di
dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat membedakan
jalan kebaikan (kebenaran) dan jalan keburukan (kesalahan). Dari kemampuan ini,
Nabi pernah bersabda :
Hadits
ini menunjukkan bahwa potensi inilah yang menentukan arah kehidupan manusia.
c. Potensi
Aqliyah
Potensi
Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran (sam’a, basar, fu’ad).
Dengan potensi ini, manusia dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah
tentang “kekuasaan” Allah. Serta dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan
memahami dengan benar seluruh hal yang dapat bermanfaat baginya yang tentu
harus diterima dan hal yang mudharat baginya dan tentu harus dhindarkan. Allah
berfirman :
An-Nahl:078
Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.
Potensi
inilah yang akan dimintai pertanggunganjawabnya oleh Allah. Dalam hal ini Allah
berfirman :
Al-Israa`:036
Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.
Manusia
yang tidak mempergunakan potensi ini, maka sungguh ia telah menyia-nyiakan
kelebihan dan keutamaan yang Allah berikan. Sehingga ia tidak pantas mendapat
fadhal disisi Allah, tetapi ia sama dengan makhluk yang terendah yaitu binatang
ternak, bahkan lebih hina lagi. Allah berfirman :
Al-A`raaf:179
Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.
d. Potensi
Jasmaniyah
Ialah
kemampuan tubuh manusia yang telah Allah ciptakan dengan sempurna, baik rupa,
kekuatan dan kemampuan. Sebagaimana firman Allah :
At-Tiin:004
sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
At-Taghaabun:003
Dia
menciptakan langit dan bumi dengan haq. Dia membentuk rupamu dan dibaguskanNya
rupamu itu dan hanya kepada Allah-lah kembali(mu).
Potensi
jasmaniyah ini adalah merupakan basthoh fil khalqi (fil jism). Sebagai modal
utama untuk melakanakan tugasnya.
2. Potensi
Eksternal
Disamping
potensi internal yang melekat erat pada diri manusia, Allah juga sertakan
potensi eksternal sebagai pengarah dan pembimbing potensi-potensi internal itu
agar berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Tanpa arahan potensi eksternal ini,
maka potensi internal tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan.
a. Potensi
Huda
Ialah
petunjuk Allah yang mempertegas nilai kebenaran yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya untuk membimbing umat manusia ke jalan yang lurus. Allah SWT
berfirman :
Al-Insaan:003
Sesungguhnya
Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang
kafir.
Al-Baqarah:038
Kami
berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
b. Potensi
Alam
Alam
semesta adalah merupakan potensi eksternal kedua untuk membimbing umat manusia
melaksanakan fungsinya. Setiap sisi alam semesta ini merupakan ayat-ayat Allah
yang dengannya manusia dapat mencapai kebenaran. Allah berfirman :
Ali-`Imraan:190
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Ali-`Imraan:191
(yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Al-Baqarah:021
Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa,
Al-Baqarah:022
Dialah
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
D.
TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA
Allah
SWT telah menegaskan bahwa, Ia menciptakan manusia tidaklah dengan main-main
tetapi dengan tujuan yang hak. Dengan diberi tugas dan kewajiban yang akan
dimintai pertanggung jawaban.
Sebagaimana
Firman Allah di bawah ini:
Al-Mu`minuun:115
Maka
apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main
(saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
Tujuan
penciptaan manusia adalah mengabdi kepada-Nya, dengan melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Allah berfirman:
Adz-Dzaariyaat:056
Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
E.
FUNGSI DAN TUGAS MANUSIA DI BUMI
1. Fungsi Manusia
Fungsi
manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman-Nya:
Al-Baqarah:030
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.”
Arti
khalifah fil ardhi adalah mandataris Allah untuk melaksanakan hukum-hukum dan
merealisasikan kehendak-kehendak-Nya di muka bumi. Manusia telah dipilih Allah
sebagai khalifah-Nya. Untuk melaksanakan fungsinya itu, Allah mengajarkan
manusia ilmu (Asmaun kullaha)..
2. Tugas
Manusia
Tugas
manusia adalah memelihara amanah yang Allah pikulkan kepadanya, setelah langit,
bumi dan gunung enggan memikulnya.
Al-Ahzab:072
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh,
Amanat
Allah itu adalah berupa tanggung jawab memakmurkan bumi dengan
melaksanakan hukum-Nya dalam kehidupan manusia di bumi ini. Sebagaimana yang
Allah tegaskan kepada nabi Daud as.
Shaad:026
Hai
Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Untuk
menunaikan tangggung jawab yang dipikulkan kepadanya ini manusia harus
mengerahkan segala potensi (baik internal dan ekternal) yang ada pada dirinya,
dan harus sanggup berkorban dengan jiwa dan hartanya. Dengan pengerahan potensi
dan kesanggupan berkurban, maka tugas dan peran manusia untuk mewujudkan
kekhalifahan dan menegakkan hukum-Nya pasti akan dapat terwujud.
Adapun
manusia yang tidak mau melaksanakan tugas enggan merealisasikan tugas dan
perannya, maka ia adalah manusia yang jahil (bodoh) dan dzalim.
Sebagaimana
yang disinyalir oleh Allah SWT: “Sesungguhnya manusia itu amat dzalim
dan amat bodoh”. (33:72).
F.
Sifat Dasar Manusia Dan Cara Mengatasinya
Manusia
diciptakan disertai sifat-sifat dasar yang negatif, yang apabila tidak
diarahkan ke arah yang positif, maka akan menjatuhkan dirinya ke dalam
kerugian.
“Demi
Masa, sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal shaleh dan saling menasihati dalam kebenaran (haq) dan
kesabaran”, al-’Ashr:1-3.
Hal
ini, merupakan masalah yang sangat serius, karena bila manusia tetap pada
tabiat dasar itu, maka ia berada dalam kerugian yang nyata. Oleh karena itu,
manusia harus berjuang untuk mengatasinya. Secara umum cara mengatasinya adalah
dengan beriman kepada Allah dan melaksanakan amal shaleh, serta saling
menasihati untuk tetap dalam haq dan kesabaran. Untuk itu marilah kita
mengenali sifat-sifat dasar itu dan cara mengatasinya.
1.
Keluh Kesah dan Kikir.
“Sesungguhnya
manusia itu diciptakan dengan sifat halu’ yaitu keluh kesah. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”, al-Ma’arij: 19-21.
Keluh
kesah dan kikir timbul karena tidak adanya rasa syukur atas karunia yang Allah
berikan dan tidak sabar atas cobaan-Nya, sehingga ia senantiasa merasa kurang
dan tidak cukup dalam segala hal dan tidak sabar atas musibah-musibah yang
menimpanya. Apabila sifat ini dituruti, maka manusia akan terombang-ambing
dalam keragu-raguan, dan sikap syu’udzan kepada Allah, sehingga mengingkari
nikmat yang telah Allah berikan. Untuk itu, sifat ini harus diluruskan, dan
diarahkan kepada arah yang benar, yaitu dengan mengerjakan shalat dan
amalan-amalan shaleh lainnya.
Sedangkan
untuk mengatasi sifat kikir yaitu dengan menginfakkan harta kepada fakir
miskin.
“Kecuali
orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalat,
dan orang-orang yang dalam hartanya terdapat bagian tertentu, bagi orang miskin
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa, dan orang yang mempercayai
hari pembalasan, dan orang yang takut terhadap hari pembalasan, Karena
sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman dari kedatanganya,
dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak
tercela, barang siapa mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang
melewati batas, Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya
dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara syahadatnya, dan orang yang
memelihara shalatnya, Mereka itu kekal di dalam surga lagi dimuliakan”, al-Ma’arij: 22-35.
2.
Lemah
“Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu. Dan manusia diciptakan dengan sifat
lemah”, al-Nisa’:28.
Dengan
tabiat kelemahan manusia itu, Allah memberikan keringanan dan kemudahan
baginya. Untuk mengatasi kelemahannya itu manusia harus menerima kemudahan dan
keringan yang Allah berikan. Bagi manusia memadai apa yang telah ia usahakan
sesuai dengan keadaannya.
“Dan
bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakan”, al-Najm:39.
3.
Susah Payah
Allah
menciptakan manusia dalam keadaan yang sangat berat, yaitu adanya berbagai
halangan dan rintangan yang harus dihadapinya.
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam keadaan susah payah”, al-Balad:4.
Cara
mengatasinya adalah dengan mengadakan perjuangan untuk membebaskan perbudakan manusia
atas manusia. Apabila manusia enggan mengadakan perjuangan, maka ia akan
senantiasa di dalam kesusahpayahan itu. Oleh karena itu, ia harus bangkit
mempergunakan potensi yang ada dan menyusun kekuatan bersama-sama untuk
perjuangan pembebasan tersebut.
“Tahukah
kamu jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan budak dari perbudakan,
dan memberi makanan pada hari kelaparan kepada anak yatim yang ada hubungan
kerabat dan orang miskin yang teramat miskin dan dia termasuk orang yang
beriman dan saling berpesan bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
Mereka itu adalah golongan kanan”,
al-Balad:10-18.
4.
Tergesa-gesa
“Dan
adalah menusia bersifat tergesa-gesa”,
al-Isro:11.
Tergesa-gesa
ialah ingin mendapatkan/mencapai sesuatu dengan segera tanpa memelalui proses
yang seharusnya. Karena ketergesa-gesaannya itu, maka manusia sering
terjerembab ke jalan yang salah, sehingga hanya menghasilkan kekecewaan. Karena
tergesa-gesa adalah merupakan sifat negatif, maka ia harus ditundukkan dan
diarahkan ke jalan yang benar.
Cara
mengatasinya adalah dengan bersabar, sebagaimana diperintahkan Allah dalam
firman-Nya.
“Bersabarlah
kamu seperti sabarnya ulu al-’azmi min al-rasul dan janganlah kamu minta
disegerakan siksa kepada mereka”,
al-Ahqaf:35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar